Sampai saat ini sebenarnya saya sedikit bingung bagaimana memulai  ceritanya. Tetapi perlu anda ketahui bahwa yang saya ceritakan ini  benar-benar terjadi pada diri saya. Saat ini saya berusia 20 tahun dan  sudah menikah. Saya sampai saat ini masih kuliah di sebuah perguruan  tinggi di Depok Semester lima. Saya menikah dengan suami saya Bang  Hamzah yang lebih tua 8 tahun dari saya karena dijodohkan oleh orangtua  saya pada saat saya masih berusia 18 tahun dan baru saja masuk kuliah.  Namun saya sangat mencintai suami saya. Begitu pula suami saya terhadap  saya (saya yakin itu benar).
Karena saya dilahirkan dari keluarga yang taat agama, maka saya pun  seorang yang taat agama.Setelah pernikahan menginjak usia 1 tahun, suami  saya oleh perusahaan ditugasi untuk bekerja di pabrik di daerah bogor.  Sebagai fasilitas, kami diberikan sebuah rumah sederhana di komplek  perusahaan. Sebagai seorang istri yang taat, saya menurutinya pindah ke  tempat itu. Komplek tempat tinggal saya ternyata masih kosong, bahkan di  blok tempat saya tinggal, baru ada rumah kami dan sebuah rumah lagi  yang dihuni, itu pun cukup jauh letaknya dari rumah kami.
Karena rumah kami masih sangat asli kami belum memiliki dapur, sehingga  jika kami mau memasak saya harus memasak di halaman belakang yang  terbuka, ciri khas rumah sederhana. Akhirnya suami memutuskan untuk  membangun dapur dan ruang makan di sisa tanah yang tersisa, kebetulan  ada seorang tukang bangunan yang menawarkan jasanya. Karena kami tidak  merasa memiliki barang berharga, kami mempercayai mereka mengerjakan  dapur tersebut tanpa harus kami tunggui, suami tetap berangkat ke kantor  sedangkan saya tetap kuliah.
Sampai suatu hari, saya sedang libur dan suami saya tetap ke kantor.  Pagi itu setelah mengantar Bang Hamzah sampai ke depan gerbang, saya pun  masuk ke rumah. Sebenarnya perasaan saya sedikit tidak enak di rumah  sendirian karena lingkungan kami yang sepi. Sampai ketika beberapa saat  kemudian Pak Sastro dan dua orang temannya datang untuk meneruskan  kerjanya. Dia tampak cukup terkejut melihat saya ada di rumah, karena  saya tidak bilang sebelumnya bahwa saya libur.
"Eh, kok Neng Anggie nggak berangkat kuliah..?"
"Iya nih Pak Sastro, lagi libur.." jawab saya sambil membukakan pintu rumah.
"Kalo gitu saya mau nerusin kerja di belakang Neng.." katanya.
"Oh, silahkan..!" kata saya.
Tidak lama kemudian mereka masuk ke belakang, dan saya mengambil sebuah  majalah untuk membaca di kamar tidur saya. Namun ketika baru saja saya  mau menuju tempat tidur, saya lihat melalui jendela kamar Pak Satro  sedang mengganti pakaiannya dengan pakaian kotor yang biasa dikenakan  saat bekerja. Dan alangkah terkejutnya saya menyaksikan bagaimana Pak  Sastro tidak menggunakan pakaian dalam. Sehingga saya dapat melihat  dengan jelas otot tubuhnya yang bagus dan yang paling penting penisnya  yang sangat besar jika dibandingkan milik suami saya.
Saya seketika terkesima sampai tidak sadar kalau Pak Satro juga memandang saya.
"Eh, ada apa Neng..?" katanya sambil menatap ke arah saya yang masih  dalam keadaan telanjang dan saya lihat penis itu mengacung ke atas  sehing terlihat lebih besar lagi.
Saya terkejut dan malu sehingga cepat-cepat menutup jendela sambil nafas  jadi terengah-engah. Seketika diri saya diliputi perasaan aneh, belum  pernah saya melihat laki-laki telanjang sebelumnya selain suami, bahkan  jika sedang berhubungan sex dengan suami saya, suami masih menutupi  tubuh kami dengan selimut, sehingga tidak terlihat seluruhnya tubuh  kami.
Saya mencoba mengalihkan persaan saya dengan membaca, tetapi tetap saja  tidak dapat hilang. Akhirnya saya putuskan untuk mandi dengan air  dingin. Cepat-cepat saya masuk ke kamar mandi dan mandi. Setelah  selesai, saya baru sadar saya tidak membawa handuk karena tadi  terburu-buru, sedangkan pakaian yang saya kenakan sudah saya basahi dan  penuh sabun karena saya rendam. Saya bingung, namun akhirnya saya  putuskan untuk berlari saja ke kamar tidur, toh jaraknya dekat dan para  tukang bangunan ada di halaman belakang dan pintunya tertutup. Saya  yakin mereka tidak akan melihat, dan saya pun mulai berlari ke arah  kamar saya yang pintunya terbuka.
Namun baru saya akan masuk ke kamar, tubuh saya menabrak sesuatu hingga  terjatuh. Dan alangkah terkejutnya, ternyata yang saya tabrak itu adalah  Pak Sastro.
"Maaf Neng.., tadi saya cari Neng Anggie tapi Neng Anggie nggak ada di  kamar. Baru saya mau keluar, eh Neng Anggi nabrak saya.." katanya dengan  santai seolah tidak melihat kalau saya sedang telanjang bulat.
Perlu diketahui, saya memiliki kulit yang sangat putih mulus dan walau  tidak terlalu tinggi bahkan sedikit mungil (152 cm), namun tubuh saya  sangat proposional dengan dua buah payudara berukuran 34C yang sedikit  kebesaran dibandingkan ukuran tubuh saya.
Saya begitu malu berusah bangkit sambil mentupi dada dan bagian bawah saya.
Namun Pak Satro segera menangkap tangan saya dan berkata, "Nggak usah  malu Neng.., tadi Neng juga udah ngeliat punya saya, saya nggak malu  kok.."
"Jangan Pak..!" kata saya, namun pak satro malah mengangkat saya ke arah halaman belakang menuju dua orang temannya.
Saya berusaha memberontak dan berteriak, tapi Pak Sastro dengan  santainya malah berkata, "Tenang aja Neng.., di sini sepi. Suara  teriakan Neng nggak bakal ada yang denger.."
Melihat tubuh telanjang saya, kedua teman Pak Sastro segera bersorak kegirangan.
"Wah, bagus betul ni tetek.." kata yang satu sambil membetot dan meremas  payudara saya sekeras-kerasnya."Tolong jangan perkosa saya, saya nggak  bakalan lapor siapa-siapa..." kata saya.
"Tenang aja deh kamu nikmati aja..." kata teman Pak Sastro yang badannya  sedikit gendut sambil tangannya meraba bulu kemaluan saya, sedang Pak  Satro masih memegang kedua tangan saya dengan kencang.
Tidak berapa lama kemudian saya lihat ketiganya mulai melepas pakaian  mereka. Saya melihat tubuh-tubuh mereka yang mengkilat karena keringat  dan penis mereka yang mengacung karena nafsunya. Dengan cepat mereka  membaringkan tubuh saya di atas pasir. Kemudian Pak Sastro mulai  menjilati kemaluan saya.
"Wah.., memeknya wangi loh.." katanya.
Saya segera berontak, namun kedua teman Pak Satro segera memegangi kedua  tangan dan kaki saya. Yang botak memegang kaki, sedangkan yang gendut  memegang kedua tangan saya sambil menghisap puting susu saya. Tidak  berapa lama kemudian Pak Sastro mulai mengarahkan penisnya yang besar ke  lubang kemaluan saya. Dan ternyata, yang tidak saya duga sebelumnya,  rasanya ternyata sangat nikmat. Benar-benar berbeda dengan suami saya.  Namun karena malu, saya terus berontak sampai Pak Sastro mulai  mengoyangkan penisnya dengan gerakan yang kasar, tapi entah kenapa saya  justru merasa kenikmatan yang luar biasa, sehingga tanpa sadar saya  berhenti berontak dan mulai mengikuti irama goyangnya.
Melihat itu kedua teman Pak Sastro tertawa dan mengendurkan pegangannya.  Mendengar tawa mereka, saya sadar namun mau memberontak lagi saya  merasa tanggung, sehingga yang terjadi adalah saya terlihat seperti  sedang berpura-pura mau berontak namun walau dilepaskan saya tetap tidak  berusaha melepaskan diri dari Pak Sastro.
Tidak lama kemudian Pak Sastro membalikkan tubuh saya dalam posisi  doggie tanpa melepaskan miliknya dari kemaluan saya. Melihat itu, tanpa  dikomando si gendut langsung memasukkan penisnya ke mulut saya. Saya  berusaha berontak, namun si gendut menjambak saya dengan keras, sehingga  saya menurutinya. Saya benar-benar mengalami sensasi yang luar biasa,  sehingga beberapa saat kemudian saya mengalami orgasme yang luar biasa  yang belum pernah saya alami sebelumnya. Tubuh saya menjadi lemas dan  jatuh tertelungkup. Namun tampaknya Pak Satro belum selesai, sehingga  genjotannya dipercepat sampai kemudian dia mencapai kelimaks dan  memuntahkan spermanya ke dalam rahim saya.
Begitu Pak Sastro mencabutnya, si botak langsung memasukkan kemaluannya  ke dalam milik saya tanpa memberi waktu untuk istirahat. Tidak lama  kemudian si gendut mencapai kelimaks, dia menekan kemaluannya ke dalam  mulut saya dan tanpa aba- aba, langsung menembakkan spermanya ke dalam  mulut saya. Banyak sekali spermanya yang saya rasakan di mulut saya,  namun ketika saya hendak membuang sperma itu, Pak Sastro yang saya lihat  sedang duduk beristirahat berkata.
"Jangan dibuang dulu, cepet kamu kumur-kumur mani itu yang lama... pasti nikmat... ha.. ha.. ha.."
Dan seperti seekor kerbau yang bodoh, saya menurutinya berkumur dengan seperma itu.
Sementara si botak terus mengocok penisnya di dalam kemaluan saya, saya  melihat Pak Sastro masuk ke dalam rumah saya dan keluar kembali dengan  membawa sebuah terong besar yang saya beli tadi pagi untuk saya masak  serta sebuah kalung mutiara imitasi milik saya. Tidak berapa lama  kemudian si botak mencapai kelimaks dan saya pun terjatuh lemas di atas  pasir tersebut. Melihat temannya sudah selesai, Pak Satro menghampiri  saya sambil memaksa saya kembali ke posisi merangkak.
"Sambil menunggu tenaga kita kembali pulih, mari kita lihat hiburan  ini.." katanya sambil memasukkan terong ungu yang sangat besar itu ke  dalam vagina saya.
Tentu saja saya terkejut dan berusaha memberontak, tetapi kedua temannya segera memegangi saya.
Dan tidak lama kemudian, "Bless..!" terong itu masuk 3/4-nya ke dalam vagina saya.
Rasa sakitnya benar-benar luar biasa, sehingga saya menggoyang-goyangkan pantat saya ke kiri dan kanan.
"Lihat anjing ini.. ekornya aneh.. ha... ha... ha..." kata si botak.
"Sekarang kamu merangkak keliling halaman belakang ini, ayo cepat..!" kata si gendut.
Dengan perlahan saya merangkak, dan ternyata rasanya benar-benar nikmat.
Karena rasa geli-geli nikmat itu, sedikit-sedikit saya berhenti, tetapi  setiap saya berhenti dengan segera mereka mencambuk pantat saya. Tidak  berapa lama saya mencapai kelimaks, melihat itu mereka tertawa. Pak  Sastro kemudian menghampiri saya, lalu mulai memasukkan kalung mutiara  imitasi yang sebesar kelereng tadi satu persatu ke dalam lubang anus  saya.
Saya kembali menjerit, tetapi dengan tenang dia berkata, "Tahan dikit ya.., nanti enak kok..!"
Sampai akhirnya, kemudian kalung itu tinggal seperempatnya yang  terlihat, lalu sambil menggenggam sisa kalung tersebut dia berkata.
"Sekarang kamu maju pelan-pelan.."
Dan ketika saya bergerak, kembali kalung itu tercabut pelan-pelan dari  anus saya sampai habis. Begitulah mereka mempermainkan saya sampai  kemudian mereka siap memperkosa saya lagi berulang-ulang sampai sore  hari, dan anehnya setiap mereka kelimaks saya pun turut orgasme dengan  arti saya menikmati diperkosa.
Dan anehnya lagi, malam harinya ketika suami saya pulang, saya sama  sekali tidak melaporkan kejadian tersebut kepadanya, sehingga  pemerkosaan tersebut terus terjadi berulang-ulang setiap saya sedang  tidak kuliah. Dan setiap memperkosa, mereka selalu menyelingi dengan  mengerjai saya dengan cara yang aneh-aneh, dan itu berlangsung sampai  dapur saya selesai dibangun.
No comments:
Post a Comment