Sudah sejak seminggu yang lalu Lenny sekretarisku mengeluh kalau  pekerjaannya sekarang bertambah banyak, karena memang beberapa waktu ini  aku membeli beberapa perusahaan baru untuk perluasan bisnisku. Sebagai  sekretaris pribadi, maka Lenny harus mengetahui semua permasalahan  bisnisku dengan mendetail sehingga dapat dimaklumi bahwa dia agak  kerepotan juga menyelesaikan semua tugas yang menjadi tanggung jawabnya.  Karena dia terus mengeluh, maka aku menyuruh dia untuk mencari asisten  untuk membantunya. Lenny sangat gembira karena aku mengijinkannya  mencari asisten, tentu saja dia tak akan lupa dengan pesanku bahwa  asistennya harus dapat memuaskan aku baik pekerjaannya maupun seksnya.  Lenny hanya tertawa waktu mendengar permintaanku itu. Aku juga yakin  bahwa tak terlalu sulit untuk mendapatkan sekretaris yang sehebat Lenny  luar dalam, karena aku berani membayar sangat mahal untuk pelayanan  mereka, namun yang menarik bagiku adalah kesempatan untuk menguji mereka  secara langsung. Karena disinilah selera petualanganku aan terpuaskan  dengan menggoda para calon sekretaris itu.
Setelah melalui screening yang ketat oleh personalia, Lenny akhirnya  menyetujui 6 calon asisten yang untuk itu dimintanya aku untuk menguji  langsung mereka itu. Lenny terus-menerus tersenyum ketika ia  menceritakan betapa cantiknya para calon sekretaris yang melamar dan  pasti aku akan bingung untuk memilihnya. Akupun hanya tertawa karena aku  yakin pikiran Lenny sudah ngeres saja. Dalam hati aku sudah tak sabar  menunggu jam makan siang, karena setelah itu para calon pegawaiku ini  akan menghadapku.
Ketika aku kembali dari makan siang, kulihat diruang tunggu sudah  berderet duduk beberapa gadis yang rata-rata berdandan rapi. Dari  pandangan pertama aku mengakui bahwa mereka rata-rata cantik hanya saja  kelihatannya kalau umurnya masih muda. Mereka semua memandangku dengan  penuh harap sambil berusaha menunjukkan senyum yang terindah, aku  membalas senyum mereka dan langsung masuk ke ruanganku. Lenny yang sudah  menunggu aku langsung mendatangiku dan menanyakan apakah aku sudah siap  untuk mulai wawancara. Aku mengangguk namun kusempatkan untuk bertanya  pada Lenny, apakah semuanya masih perawan, Lenny menjawab bahwa perasaan  dia ada dua yang masih perawan yaitu yang namanya Indah dan Ratih,  kalau yang lainnya kelihatannya sudah punya pengalaman. Yang pertama  masuk seorang gadis memakai rok ketat berwarna biru tua, wajahnya cantik  dengan tubuh yang tinggi langsing. Dengan penuh hormat ia menjabat  tanganku dan duduk didepanku sambil menyerahkan berkas wawancara dari  staffku sebelumnya. Kubaca namanya adalah Hesti ia lulusan Akademi  Sekretaris yang terkenal di kota Bandung umurnya baru 21 tahun.
Setelah mengetahui jati dirinya aku menutup map itu dan memandangnya  tajam. Hesti menatap pandanganku dengan berani meskipun tetap sopan. Aku  langsung menanyainya dengan beberapa hal yang umum mengenai  kemampuannya, sementara mataku dengan teliti memandang wajah serta  badannya. Aku kurang suka dengan Hesti ini karena badannya terlalu  langsing meskipun susunya kelihatan cukup montok untuk badan selangsing  dia itu. Setelah dia tak begitu canggung berbicara denganku, aku mulai  memasang jebakanku, kutawari dia untuk merokok, Hesti kaget mendengar  tawaranku itu, dengan ragu-ragu ia memandangku. ketika kukatakan bahwa  kalau dia memang biasa merokok boleh saja merokok agar bisa lebih santai  berbicara, barulah ia berani mengambil sebatang Marlboro yang  kusodorkan.
Ketika kutanyakan apakah dia berkebaratan kalau aku bertanya hal hal  yang bersifat pribadi, dia langsung menggelengkan kepalanya tanda tak  keberatan. Aku tersenyum sambil membetulkan dudukku.
"Apakah Hesti sudah punya pacar?", Hesti tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Apakah pacar Hesti juga tinggal di Bandung?".
"Tidak Pak, pacar saya ada di Jakarta".
"Oh, makanya Hesti kepengen kerja di Jakarta ya?" Hesti lagi-lagi mengangguk dan tersenyum manis.
"Apakah ini pacar Hesti yang pertama ataukah sebelumnya sudah sering berpacaran?
"Sering Pak, tetapi semuanya sudah putus karena tak cocok!".
Aku tersenyum dan bertanya lagi, "Selama berpacaran, apa saja yang dilakukan oleh Hesti?".
"Maksud Bapak bagaimana ya?", Hesti balas bertanya.
"Maksud Bapak, apakah hanya sekedar omong-omong, atau dengan tindakan tindakan lain!
Hesti terdiam dan hanya tersenyum mendengar pertanyaanku yang mulai terarah itu.
"Sebagai seorang sekretaris, Hesti harus bisa menyimpan rahasia  perusahaan secara maksimal, maka bagi Bapak, kalau Hesti bisa berkata  jujur mengenai diri Hesti, berarti juga Hesti bisa dipercaya untuk  memegang rahasia perusahaan!".
Mendengar itu Hesti baru berani menjawab, " Ya kadang kadang omong-omong, kadang-kadang juga yang lainnya Pak!".
"Yang lainnya bagaimana?" kejarku, Hesti tak menjawab tetapi hanya senyum saja.
"Apa berciuman?" Hesti mengangguk.
"Apakah pacar Hesti suka meremas-remas buah dada Hesti?" dengan wajah sedikit malu Hesti mengangguk.
"Sekarang coba jujur pada Bapak ya, apakah Hesti pernah berhubungan  seks?", dengan wajah yang makin merah Hesti menganggukkan kepalanya.
Kukejar lagi dengan pertanyaan, "Sudah dengan berapa pria Hesti berhubungan seks?
Hesti menjawab, "Empat orang Pak!"
Aku tidak terlalu terkejut dengan pengakuan Hesti ini, tetapi karena aku  tak terlalu tertarik dengan Hesti, maka aku tidak berusaha untuk  mengajaknya untuk main, aku hanya ingin mengetahui keadaan Hesti luar  dalam dan nantinya memberi dia duit agar supaya kalau tokh dia tidak  kuterima maka aku tidak dituntutnya macam-macam. Dari laci mejaku  kukeluarkan sebendel uang limapuluh ribuan senilai 5 juta rupiah, aku  berkata kepada Hesti, bahwa aku ingin melihat dia membuka pakaiannya  agar aku dapat lebih mengenal dia secara nyata, untuk itu akan kuberikan  uang 5 juta rupiah yang ada di depannya itu. Kalau nanti dia diterima,  maka uang itu tetap menjadi miliknya, sedangkan kalau tidak maka uang  itu sebagai hadiah dariku. Hesti ternganga mendengar perintahku yang tak  pernah didengarnya itu, tetapi ia benar-benar siap untuk apapun  rupanya.
Dengan agak gemetar ia berdiri dan mulai membuka pakaiannya satu  persatu, aku hanya duduk saja di depannya. Seperti yang kuduga buah dada  Hesti cukup montok untuk badan ceking seperti itu, ketiaknya juga  bersih mulus tanpa bulu selembarpun, ketika behanya dilepas, tampaklah  buah dadanya yang kelihatannya sudah agak mengendur dan penuh dengan  kecupan merah. Dari situ aku yakin kalau Hesti ini doyan main!. Ketika  Hesti membuka rok dan sekaligus celana dalamnya, penisku agak tegang  juga, karena selangkangan Hesti ditumbuhi dengan bulu yang cukup rimbun.  Setelah telanjang, Hesti berdiri mematung di depanku sambil tersenyum  dan menunduk. Aku berdiri mendekati dia dan menyentuh susunya yang  kurasakan agak empuk begitu juga dengan pantatnya, ketika kuraba bulu  vaginanya, Hesti merangkulku seperti orang yang kaget. Aku diam saja,  hanya jariku yang mulai menyelinap di antara celah pahanya mencari liang  vaginanya. Hesti mengerang ketika jariku menyentuh clitorisnya,  tangannya meremas-remas bahuku tanpa berkata apa-apa. Aku merasa  semuanya sudah cukup, maka aku kembali duduk di kursiku dan kusuruh dia  kembali berpakaian.
Setelah kuberikan uang dalam amplop itu, kuucapkan terima kasih dan  kuminta Hesti menunggu kabar dari personalia. Hesti juga mengucapkan  terima kasih dan meninggalkanku. Setelah itu masuk berturut-turut,  Meity, Retno, Onny dan Ratih yang perkiraan Lenny masih perawan. Meity,  Retno maupun Onny semuanya juga kuberi hadiah 5 juta rupiah setiap kali  mereka telanjang bulat di depanku, semuanya berbadan bagus dengan susu  yang montok, benar-benar berat bagiku untuk menahan diri menghadapi  vagina yang masih muda dan segar seperti milik mereka itu. Ketika Onny  telanjang di depanku aku tak tahan untuk tak menciumi vaginanya yang  berwarna merah muda itu, kujilati clitorisnya sampai Onny  merintih-rintih, begitu juga dengan Retno yang sempat merasakan tusukan  penisku meskipun hanya sampai dasar dan segera kucabut kembali. Ratih  yang diduga Lenny perawan ternyata juga sudah tak perawan, justru cewek  satu ini yang berani terang-terangan mengajakku untuk main tetapi aku  ragu-ragu karena aku hanya mau main dengan calon pegawai yang  betul-betul akan kuterima saja, yang lainnya cukup main-main saja.
Kesabaran dan ketahananku akhirnya berbuah juga, ketika calon  sekretarisku yang bernama Wulan masuk, aku merasakan kalau inilah cewek  yang tepat untuk mendampingi Lenny sebagai sekretaris, mataku dengan tak  sungkan-sungkan melahap wajah dan tubuh Wulan yang tinggi besar itu.  Wajahnya cantik dengan tipe Jawa, hidungnya mancung dan kulitnya putih,  bibirnya sangat sensual dengan lipstick merah tua. Blousenya yang  berpotongan rendah dilapisi jas berwarna biru tua, sepintas aku dapat  melihat lekuk buah dadanya yang dalam menandakan kalau buah dada  pemiliknya montok. Dari penampilannya, sepertinya cewek yang satu ini  alim, tetapi aku yakin kalau sebenarnya dia ini super hot dan sangat  sesuai dengan seleraku. Pandanganku yang jalang itu, tidak membuat dia  rikuh, malah dia tersenyum manja waktu mengulurkan tangannya untuk  bersalaman, tangannya empuk dan hangat sekali, begitu juga dengan  suaranya yang agak bernada bass itu. Semuanya sangat memuaskan seleraku,  hanya sekarang tergantung bagaimana aku dapat mengolah agar dia dapat  aku sikat dan selanjutnya akan kupakai untuk membantu Lenny. Pikiranku  sudah membayangkan kalau mereka berdua aku sikat sekaligus diruang ini,  pasti asyik.
Setelah berbasa basi dengan menanyakan beberapa hal yang sifatnya  formil, aku mulai menanyakan hal hal yang sensitif, karena begitu  bernafsu akau merasakan kalau suaraku agak gemetar, tetapi justru yang  kulihat Wulan malah tersenyum melihat gayaku itu.
"Wulan keberatan nggak kalau saya tanya hal hal yang sifatnya pribadi,  karena sebagai tangan kanan Bapak, tentunya Bapak juga ingin tahu hal  hal seperti itu".
"Tentu saja boleh Pak, silahkan Bapak tanya apa saja!", Aku menelan ludah mendengar jawaban Wulan yang menantang itu.
"Wulan tingginya berapa ya?".
"Seratus tujuh puluh enam senti Pak".
"Berapa ukuran vital Wulan?".
"Dada 36, pinggang 30, pinggul 38", Aku tersenyum mendengar ukuran  vitalnya yang hebat itu, Wulan juga menyeringai melihat aku tersenyum  itu.
"Masak dada Wulan sebesar itu, kelihatannya kok nggak ya!".
"Benar kok Pak, Wulan nggak bohong", jawabnya mengajuk.
"Coba Wulan buka jasnya, biar Bapak bisa melihat lebih jelas!".
Tanpa ragu-ragu Wulan berdiri dan melepas jasnya, ternyata Blouse Wulan  tak berlengan sehingga aku dapat melihat lengannya yang putih mulus itu.  Memang setelah Wulan hanya memakai blouse, baru kelihatan kalau susunya  memang besar. Ketika kusuruh Wulan mengangkat lengannya, kelihatan juga  kalau ketiaknya penuh bulu yang sangat aku sukai. Aku makin bernafsu  melihat tubuh Wulan yang sip ini, tetapi aku masih harus berusaha agar  Wulan benar benar dapat kutiduri, karenanya aku masih harus terus  berusaha.
"Apakah Wulan pernah melihat blue film?"
"Pernah Pak".
"Sering?".
"Sering".
"Coba ceritakan pada Bapak apa yang kamu sukai kalau nonton blue film itu!"
Wulan pertamanya agak ragu untuk menjawab, tetapi akhirnya keluar juga jawabannya.
"Wulan senang kalau mereka melakukan adegan pemanasan, dan juga melihat  mimik muka ceweknya kalau puas! Aku rasanya sudah tak tahan lagi ingin  menubruk Wulan, tetapi aku masih menahan diri.
"Wulan, coba ya behanya dilepas, Bapak ingin melihat buah dada Wulan!".
"Apa blousenya juga dilepas Pak?".
"Terserah!".
Kembali Wulan berdiri, dia dengan tenang membuka blousenya serta  kemudian melepas pengait behanya. Benar-benar fantastis payudara Wulan,  besar, montok, putih namun sedikit kendor. Aku sejenak terpana  memandangnya, tetapi aku langsung dapat menguasai diriku dan berdiri dan  berjalan memutari mejaku mendekati Wulan. Tanpa ragu kedua tanganku  langsung meremas payudara Wulan dengan lembut. Wulan hanya diam saja,  merasakan empuknya payuadara Wulan aku tahu kalau dia sudah tidak gadis  lagi. Remasan tanganku ke payudara Wulan menyebabkan puting susunya  mulai mengeras, aku menyelusupkan tanganku ke ketiaknya dan mengangkat  lengannya tinggi-tinggi, kuperhatikan ketiaknya yang penuh dengan bulu  hitam itu dan tanpa sadar aku sudah menciuminya.
Saat itulah Wulan mulai mendesah kegelian, aku terus menciumi bulu  ketiaknya yang berbau harum oleh karena deodorant itu untuk kemudian  ciumanku mulai mengarah keputing susunya.
Wulan dengan agak berbisik berkata, "Pak, nanti ada yang melihat lho,  Wulan takut!", Aku mana perduli dengan semua itu. Justru sambil mengulum  puting susunya aku mulai melepaskan rok yang dipakainya. Dengan mudah  kulepaskan rok bawah Wulan demikian juga dengan celana dalamnya, ketika  kuraba selangkangan Wulan dapat kurasakan ketebalan bulu vaginanya di  telapak tanganku, ketika jariku menyelinap ke dalam vaginanya. Wulan  makin menggelinjang dan meremas pundakku tanpa bersuara sedikitpun.  Karena aku tahu waktuku hanya sebentar, maka aku menghentikan ciumanku  dan mulai melepasi pakaianku sendiri. Wulan hanya berdiri saja melihat  aku melepaskan semua pakaianku itu, matanya terbeliak ketika kulepas  celana dalamku sehingga penisku tersembul keluar.
Dengan terbata-bata ia berkata "Pak saya takut Pak, punya Bapak besar  sekali, nanti nggak cukup lho Pak, saya baru beberapa kali bersetubuh!.  Aku berbisik agar ia tak takut karena aku akan hati hati dan kujamin dia  tak merasa sakit.
Kubaringkan Wulan di sofa yang ada di kantorku, dan aku kembali ke  mejaku. Tanpa diketahui Wulan aku memejet interkom untuk memanggil  Lenny, Lenny yang telah mengerti dengan kode dari aku segera masuk ke  ruanganku dengan tenangnya. Tetapi lain dengan Wulan yang langsung  meloncat kaget dengan wajah pucat pasi dan kebingungan mencari penutup  tubuh.
"Wulan nggak usah takut, tokh nanti kalau kamu kerja juga bersama dengan  Mbak Lenny, jadi rahasiamu juga jadi rahasia mbak Lenny ya!", Wulan  hanya diam saja dengan wajah merah menatap Lenny yang tersenyum manis  kepadanya. Ketika kutanyakan dimana kondom yang kubutuhkan, Lenny  mengeluarkannya dari saku dan membukanya untuk kemudian dengan  berjongkok ia memasangnya di penisku yang sudah berdiri kaku itu, karena  memang tujuannya agar supaya Wulan tidak rikuh dengan dirinya, Lenny  secara sengaja mengulum penisku dulu sebelum memasang kondom bahkan  dengan demonstratif ia menelan seluruh penisku hingga tinggal pelirku  saja. Wulan memandang semua itu dengan wajah merah padam, entah karena  malu atau karena nafsunya yang sudah naik. Yang pasti ia diam saja  ketika Lenny duduk di atas meja kerjaku sementara aku mendekatinya,  kurenggangkan kaki Wulan sehingga vaginanya kelihatan merekah merah tua.
Pelan-pelan kusapukan lidahku kepinggir vagina Wulan, Wulan langsung  mendesah dan mendorong kepalaku, aku diam saja malahan kuteruskan  jilatanku pada clitorisnya yang bulat itu, Wulan merintih rintih  kegelian, tanganku tak tinggal diam juga ikut meremas remas susunya yang  montok itu. Wulan dengan gemetar meraih penisku dan diremasnya penisku  dengan gemas sekali. Aku juga kasihan melihat Wulan yang demikian  kebingungan karena merasakan kegelian yang luar biasa itu, tetapi  tujuanku sebenarnya agar dia tak terlalu merasa sakit bila penisku yang  gede itu menembus vaginanya.
Langsung saja aku mengarahkan penisku ke liang vaginanya yang sudah  basah kuyup dan merekah itu, ketika kulihat ujungnya sudah terselip  diantara bibir vagina Wulan, pelan-pelan kutekan masuk. Wulan menggigit  bibirnya sementara tangannya memegang pantatku entah mau menahan atau  malahan mendorong, yang pasti penisku dengan pelan berhasil juga masuk  seluruhnya ke dalam liang vaginanya. Vagina Wulan terasa legit sekali,  rasa hangat yang menjepit penisku membuat aku menggigit bibir karena  enaknya. Tetapi seperti yang kuduga, Wulan kurang berpengalaman dalam  persetubuhan, karena meskipun penisku sudah mentok menyentuh leher  rahimnya, ia diam saja bahkan menutup matanya.
Aku berbisik di telinganya agar Wulan juga menggerakkan pantatnya,  tetapi Wulan tetap diam saja. Gerakan penisku naik turun membuat vagina  Wulan bertambah basah dan becek, aku benar-benar kecewa dengan vagina  Wulan ini, rasanya aku kepengen mencabut penisku dan berpindah ke vagina  Lenny yang pasti lebih pulen dibanding punya Wulan itu, tetapi aku tak  mau melukai perasaan Wulan. Dengan agak tergesa-gesa aku mempercepat  genjotanku agar aku segera mencapai puncak kenikmatanku, tetapi dasar  masih belum berpengalaman, tiba-tiba saja Wulan merintih keras,  sementara kurasakan vaginanya mengejang. Rupanya Wulan sudah mencapai  puncak kepuasannya, badannya berkeringat dan kakinya erat melingkar  dipantatku. Dengan beberapa sentakan lagi, akupun memuntahkan air maniku  yang tertampung dalam kondom yang kupakai. Begitu rasa geli mulai  hilang dari ujung penisku, aku segera mencabut penisku dan kusuruh Lenny  mengajak Wulan untuk keluar dari ruanganku. Lenny tersenyum melihatku,  ia tahu bahwa aku kurang puas dengan permainan Wulan, pasti nantinya  Lenny harus bekerja keras untuk mendidik Wulan agar tahu seleraku dalam  bermain main ! Kuingatkan Lenny agar tak lupa memberi Wulan uang serta  memanggilnya lagi untuk masuk kerja.
No comments:
Post a Comment